
Divisi procurement memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan setiap tahapan pengadaan di perusahaan berjalan lancar. Namun, dalam praktiknya, pengadaan tidak selalu berjalan mulus. Tantangan dan kendala sering muncul di berbagai tahap proses.
Kendala yang sering muncul biasanya berupa sulitnya mencari vendor berkualitas, fluktuasi harga bahan baku, hingga risiko fraud dalam proses pengadaan. Jika tidak ditangani dengan baik, kendala ini dapat menyebabkan keterlambatan operasional, biaya yang membengkak, dan menurunkan daya saing perusahaan.
Nah, artikel ini akan mengulas berbagai kendala dalam proses pengadaan berdasarkan yang dapat mengganggu operasional perusahaan. Dengan memahami kendala yang sering terjadi ini, Chief Procurement Officers (CPO) selaku Kepala Pengadaan dapat menyusun strategi yang lebih baik untuk mengatasinya dan meningkatkan efisiensi dalam proses pengadaan.
Untuk memudahkan dalam identifikasi kendala dalam proses pengadaan, berikut kami bagi permasalahan-permasalahan yang perlu diwaspadai oleh Chief Procurement Officers (CPO) maupun stafnya.
Salah satu tantangan utama dalam tahap identifikasi kebutuhan dan perencanaan pengadaan adalah kurangnya komunikasi internal yang efektif antardivisi.
Misalnya, tim pengadaan harus berkoordinasi dengan divisi lain, seperti marketing untuk memastikan kebutuhan promosi atau staf inventory untuk mengecek ketersediaan stok sebelum mengajukan permintaan barang baru.
Jika komunikasi tidak berjalan dengan baik, ada risiko barang yang dipesan tidak sesuai dengan kebutuhan atau justru terjadi duplikasi pengadaan.
Kesulitan dalam koordinasi ini sering kali menyebabkan spesifikasi kebutuhan yang tidak tepat, sehingga barang atau jasa yang diperoleh tidak sesuai dengan kebutuhan operasional.
Selain itu, keterbatasan informasi mengenai strategi bisnis dan permintaan pasar membuat tim pengadaan kesulitan dalam menentukan prioritas pengadaan yang harus didahulukan.
Data yang tidak akurat menjadi hambatan besar dalam proses perencanaan pengadaan. Banyak perusahaan masih mengandalkan entri data manual, yang berisiko tinggi terhadap kesalahan pencatatan stok.
Ketidaksesuaian data ini dapat menyebabkan pemesanan yang berlebihan atau kurang, sehingga mengganggu kelancaran produksi dan distribusi.
Tanpa data yang akurat ini, CPO dapat mengambil keputusan yang lambat dan kurang tepat.
Banyak perusahaan belum melakukan analisis pasar secara rutin. Kondisi ini membuat CPO kurang siap menghadapi perubahan harga dan ketersediaan stok/bahan baku.
Misalnya, ketika harga barang melonjak tiba-tiba, perusahaan yang tidak memiliki strategi alternatif akan terpaksa membeli dengan harga tinggi atau menunda produksi.
Sebaliknya, perusahaan yang memahami pola tren pasar dapat mengamankan stok lebih awal atau mencari pemasok alternatif sebelum harga naik.
Kurangnya pemantauan tren ini juga dapat menyebabkan perusahaan memilih pemasok yang kurang kompetitif.
Proses pengadaan yang terlalu birokratis sering kali memperlambat persetujuan pembelian. Pengambilan keputusan yang lambat dapat menyebabkan keterlambatan dalam pemenuhan kebutuhan operasional, terutama jika barang atau jasa yang dibutuhkan bersifat mendesak.
Selain itu, waktu yang terlalu lama dalam proses approval dapat mengakibatkan perusahaan kehilangan kesempatan bekerja sama dengan vendor berkualitas.
Memilih vendor yang sesuai dengan standar perusahaan bukanlah tugas yang mudah. Banyak vendor yang menawarkan harga kompetitif tetapi tidak selalu menjamin kualitas produk atau layanan yang mereka berikan.
Risiko memilih vendor tanpa rekam jejak yang jelas dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara spesifikasi kebutuhan dan hasil akhir yang diterima oleh perusahaan.
Oleh karena itu, proses seleksi vendor harus dilakukan dengan cermat melalui evaluasi menyeluruh terhadap portofolio dan pengalaman vendor.
Fluktuasi harga barang menjadi tantangan besar dalam negosiasi kontrak dengan vendor. Harga yang tidak stabil dapat mengganggu anggaran pengadaan, terutama jika perusahaan belum memiliki strategi mitigasi risiko yang tepat.
Selain itu, CPO juga harus mempertimbangkan antara harga, kualitas, dan ketepatan pengiriman saat melakukan proses pemilihan vendor.
Keputusan yang hanya berfokus pada harga murah tanpa mempertimbangkan faktor lain tersebut, dapat berakibat buruknya kualitas layanan pelanggan.
Fraud dalam proses pengadaan sering kali terjadi dalam bentuk suap, manipulasi kontrak, dan kolusi dalam proses tender vendor. Kurangnya transparansi dalam pemilihan vendor dapat membuka celah bagi praktik korupsi yang merugikan perusahaan.
Oleh sebab itu, sistem pengadaan yang lebih terbuka dan akuntabel harus diterapkan untuk memastikan proses seleksi vendor dilakukan secara objektif dan bebas dari konflik kepentingan.
Ketergantungan pada satu atau beberapa vendor utama dapat menjadi risiko bagi perusahaan. Jika vendor tersebut mengalami kendala dalam produksi atau gagal memenuhi pesanan, perusahaan bisa mengalami keterlambatan operasional yang merugikan.
Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk terus memperluas jaringan vendor agar memiliki lebih banyak opsi yang dapat diandalkan ketika terjadi gangguan pada pemasok utama.
Salah satu tantangan terbesar dalam tahap ini adalah vendor atau supplier yang tidak memenuhi kontrak. Beberapa vendor mungkin gagal memenuhi spesifikasi yang telah disepakati atau mengalami keterlambatan dalam pengiriman.
Ketidaksesuaian ini dapat mengganggu jadwal produksi dan operasional perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan perlu menerapkan sistem pemantauan vendor yang ketat dan memiliki strategi mitigasi risiko untuk menghadapi kemungkinan ini.
Kesalahan manusia dalam berkas dan proses bisnis juga menjadi hambatan yang sering ditemui. Kesalahan dalam dokumen pemesanan (purchase order) dan invoice, atau pencatatan stok dapat menyebabkan ketidaktepatan dalam pengelolaan inventaris dan pembayaran.
Ketergantungan pada sistem manual semakin meningkatkan risiko ini, sehingga perusahaan perlu mempertimbangkan otomatisasi. Misalnya, otomatisasi dalam proses pembayaran invoice dengan menggunakan layanan Kyrim.
Keterlambatan pengiriman adalah tantangan lain yang dapat menghambat kelancaran rantai pasok. Faktor eksternal seperti cuaca buruk, kondisi politik, atau kendala logistik sering kali berada di luar kendali perusahaan.
Namun, dengan perencanaan yang matang, pemantauan proaktif terhadap pengiriman, serta kerja sama yang erat dengan penyedia jasa logistik, perusahaan dapat meminimalkan dampak negatif dari keterlambatan tersebut.
Kesalahan dalam spesifikasi barang juga menjadi kendala yang kerap terjadi. Barang yang diterima tidak selalu sesuai dengan pesanan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Oleh karena itu, CPO harus memiliki prosedur inspeksi barang yang ketat sebelum menerima pengiriman guna memastikan kesesuaian dengan kontrak yang telah disepakati.
Transaksi pembelian yang tidak melalui prosedur yang ditetapkan perusahaan dapat menyebabkan anggaran tidak terkendali dan meningkatkan risiko kebocoran finansial akibat pengadaan yang tidak terverifikasi.
CPO perlu menerapkan sistem kontrol yang ketat agar setiap pembelian dapat dipantau dan dievaluasi sesuai dengan kebijakan internal.
Masih banyak perusahaan yang bergantung pada sistem manual dalam pengadaan, yang mengakibatkan inefisiensi dalam prosesnya.
Implementasi teknologi yang tepat dapat meningkatkan akurasi, transparansi, dan efisiensi dalam pengadaan, meskipun banyak perusahaan menghadapi tantangan dalam integrasi solusi digital yang sesuai dengan kebutuhan bisnis.
Regulasi pemerintah atau aturan perdagangan yang berubah secara tiba-tiba dapat memengaruhi pengadaan. Oleh karena itu, perusahaan harus memiliki fleksibilitas dalam strategi procurement agar dapat beradaptasi dengan perubahan regulasi tanpa mengganggu operasional.
Tantangan dalam proses ini adalah perusahaan mengalami kesulitan saat memantau kinerja vendor dan memastikan pasokan stabil.
Oleh karenanya, CPO memerlukan sistem evaluasi vendor yang berkelanjutan agar dapat mengidentifikasi pemasok yang benar-benar dapat diandalkan.
Modus penipuan dalam procurement, seperti spoofing dan manipulasi rekening vendor, semakin marak terjadi.
Untuk menghindari risiko fraud, CPO harus menerapkan sistem keamanan data yang kuat dan melakukan verifikasi ketat terhadap informasi vendor.
Misalnya, dengan menggunakan fitur Know Your Supplier (KYS) Kyrim untuk mengelola data pemasok dengan lebih baik, sekaligus memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
Kurangnya sistem pencatatan yang rapi dapat mempersulit audit serta memastikan kepatuhan terhadap standar dan regulasi.
Oleh karena itu, tim procurement harus menerapkan sistem pencatatan berbasis teknologi untuk memastikan kelengkapan dokumen serta mempermudah kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.
Dalam menghadapi berbagai kendala pengadaan tersebut, teknologi dapat menjadi solusi utama untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi proses pengadaan.
Kyrim hadir sebagai platform pembayaran yang membantu perusahaan menyederhanakan transaksi pengadaan, terutama dalam aspek pembayaran vendor dan pengelolaan invoice.
Kyrim memungkinkan perusahaan untuk melakukan pembayaran internasional dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan bank konvensional.
Dengan bantuan Kyrimi, perusahaan dapat mengurangi risiko keterlambatan pembayaran dan meningkatkan transparansi dalam transaksi keuangan. Selain itu, fitur otomatisasi dalam Kyrim membantu mengurangi human error dalam pencatatan transaksi dan mempercepat proses approval pembayaran.
Dengan menggunakan Kyrim, perusahaan dapat mengoptimalkan proses pengadaan, meningkatkan efisiensi operasional, serta memastikan hubungan yang lebih baik dengan vendor.
Keamanan transaksi juga menjadi prioritas utama, sehingga risiko fraud dalam pembayaran dapat diminimalkan. Melalui fitur vendor onboarding, perusahaan dapat menjalankan pengadaan yang lebih efektif, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan bisnis modern.
Sahid Sudirman Center Level 23 Jl. Jend. Sudirman Kav 86 Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat DKI Jakarta