
Pengeluaran untuk gaji karyawan merupakan salah satu jenis biaya perusahaan yang tergolong besar. Oleh karenanya, pemilik usaha perlu membuat persentase gaji karyawan yang ideal. Biasanya persentase yang digunakan adalah berdasarkan omset perusahaan.
Konsep ini, yang juga dikenal secara global sebagai Payroll to Revenue Ratio, menjadi metrik penting dalam mengevaluasi efisiensi keuangan dan strategi pengelolaan sumber daya manusia.
Mengapa penting untuk menghitung persentase gaji terhadap omset? Jawabannya sederhana: bisnis yang terlalu banyak mengalokasikan omset untuk gaji berisiko menurunkan margin keuntungan. Di sisi lain, alokasi gaji yang terlalu kecil dapat berdampak negatif pada produktivitas dan retensi karyawan.
Oleh karena itu, menemukan keseimbangan yang tepat dalam penentuan besaran persentase gaji karyawan dari omset sangatlah penting agar perusahaan dapat mencapai efisiensi operasional tanpa mengorbankan kesejahteraan karyawan.
Persentase Gaji dari Omset (Payroll to Revenue Ratio) adalah ukuran yang digunakan untuk menghitung seberapa besar pendapatan sebuah perusahaan yang dialokasikan untuk membayar gaji karyawan.
Metrik ini berfungsi untuk mengevaluasi efisiensi keuangan perusahaan dengan mengukur sejauh mana biaya tenaga kerja berkontribusi terhadap total pendapatan.
Menentukan persentase gaji dari omset ini tidak hanya relevan bagi usaha kecil, tetapi juga perlu diperhatikan oleh perusahaan menengah hingga besar.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa menghitung persentase gaji dari omset sangat penting:
Dengan menentukan persentase gaji dari omset, perusahaan dapat memastikan bahwa pengeluaran untuk gaji tidak melebihi kapasitas keuangan.
Rasio ini membantu menghindari risiko keuangan seperti pengeluaran berlebihan yang dapat mengurangi margin keuntungan atau bahkan menyebabkan kerugian.
Menghitung persentase gaji memungkinkan perusahaan untuk membandingkan efisiensi pengelolaan tenaga kerja mereka dengan standar industri. Karena, setiap sektor memiliki tolok ukur yang berbeda terkait rasio gaji terhadap omset.
Dengan mengetahui posisi rasio gaji tersebut dibandingkan dengan rata-rata industri, kamu dapat menilai apakah pengeluaran perusahaan berada dalam rentang yang wajar atau memerlukan penyesuaian.
Dengan menetapkan persentase gaji karyawan dari omset, perusahaan dapat dengan mudah:
Sudah barang tentu, profit merupakan tujuan utama sebuah bisnis berjalan. Dengan memantau persentase gaji terhadap omset, kamu dapat memastikan perusahaan tetap memiliki margin keuntungan yang sehat.
Dengan keuntungan yang sehat inilah perusahaan dapat memberikan ruang untuk investasi dalam pengembangan bisnis, seperti teknologi baru atau ekspansi pasar.
Setiap tahap dalam siklus bisnis membutuhkan strategi keuangan yang berbeda, dan persentase gaji dari omset dapat membantu menyesuaikan pendekatan tersebut.
Berikut adalah komponen utama yang perlu dipertimbangkan saat menetapkan persentase gaji karyawan:
Gaji pokok adalah komponen utama dalam biaya gaji karyawan. Jumlah ini biasanya ditentukan berdasarkan jabatan, tanggung jawab, dan tingkat pengalaman karyawan.
Gaji pokok ini merupakan bagian tetap dari total gaji dan nominal besarannya tidak kurang dari 75% dari total gaji karyawan.
Tunjangan karyawan adalah tambahan yang diberikan kepada karyawan di luar gaji pokok. Jenis tunjangan meliputi:
Tunjangan bersifat tetap selama posisi karyawan tidak berubah, tetapi bisa disesuaikan jika ada kenaikan jabatan atau promosi.
Bonus adalah bentuk apresiasi tambahan yang diberikan kepada karyawan berdasarkan kinerja atau pencapaian tertentu. Kompensasi tambahan juga mencakup komisi dan bagi hasil.
Sebagai contoh jenis bonus yang umum diberikan oleh perusahaan adalah bonus tahunan, dan bonus pencapaian target individu/tim.
Pajak yang menjadi tanggung jawab pemberi kerja juga merupakan bagian dari total biaya gaji. Di Indonesia sendiri dilakukan penerapan Pajak Penghasilan (PPh 21) yang dipotong dari gaji karyawan.
Biaya lembur adalah pembayaran tambahan kepada karyawan yang bekerja di luar jam kerja normal.
Penggantian biaya mencakup pengeluaran yang dibayarkan kembali kepada karyawan untuk mendukung tugas pekerjaannya, seperti biaya perjalanan dinas, biaya komunikasi untuk kebutuhan pulsa/internet.
Meskipun sifatnya variabel, penggantian biaya perlu dimasukkan dalam total biaya gaji karena memengaruhi pengeluaran perusahaan secara keseluruhan.
Baca juga: Menyusun SOP Reimbursement yang Efektif dan Contohnya
Investasi pada pelatihan karyawan sering kali dimasukkan ke dalam biaya tenaga kerja karena bertujuan untuk meningkatkan produktivitas. Biaya ini meliputi workshop atau kursus pelatihan, sertifikasi profesional seperti sertifikasi akuntansi, sertifikasi K3, dan lain sebagainya.
Manfaat tambahan yang disediakan oleh perusahaan memiliki peran penting dalam memengaruhi total biaya gaji karyawan.
Contoh dari manfaat ini termasuk berbagai fasilitas yang diberikan kepada karyawan, seperti mobil dinas, laptop, atau telepon seluler, yang tidak hanya mendukung produktivitas kerja tetapi juga menambah kenyamanan dalam menjalankan tugas sehari-hari.
Selain itu, perusahaan juga dapat menyediakan program kesejahteraan, seperti subsidi perumahan atau bantuan pendidikan untuk anak karyawan.
Rumus sederhana untuk menghitung persentase gaji dari omset adalah:
Persentase Gaji= (Total Biaya Gaji/Pendapatan Bruto)×100
Di mana:
Sebagai contoh studi kasusnya adalah sebagai berikut.
Perusahaan ABC beroperasi di sektor jasa dengan omset bulanan sebesar Rp1 miliar. Biaya terkait gaji yang harus dikeluarkan perusahaan meliputi gaji pokok sebesar 200 juta, tunjangan 50 juta, bonus 30 juta, pajak tenaga kerja 20 juta, dan biaya lembur 10 juta. Manajemen ingin menganalisis apakah alokasi gaji yang diterapkan adalah proporsi yang wajar dan ideal.
Untuk langkah perhitungannya adalah pertama, perusahaan menghitung semua pengeluaran yang terkait dengan gaji karyawan selama satu bulan:
Dengan menjumlahkan seluruh komponen tersebut, diperoleh total biaya gaji sebesar:
Rp200 juta + Rp50 juta + Rp30 juta + Rp20 juta + Rp10 juta = Rp310 juta
Sedangkan, pendapatan bruto perusahaan selama periode yang sama adalah Rp1 miliar. Angka ini mencerminkan omset total sebelum dikurangi dengan biaya operasional lainnya.
Nah, dari rumus penghitungannya, maka didapatkan persentase gaji karyawan dari omset adalah:
Persentase Gaji = (Rp310 juta / Rp1 miliar) × 100 = 31%
Analisis
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa perusahaan mengalokasikan 31% dari pendapatan bruto untuk biaya gaji.
Dalam banyak industri, Payroll to Revenue Ratio yang ideal biasanya berada di kisaran 20% hingga 30%, meskipun angka ini dapat bervariasi tergantung pada jenis industri, skala operasi, dan kebijakan perusahaan.
Dengan persentase sebesar 31%, perusahaan ABC mungkin perlu mengevaluasi apakah anggaran ini dapat dipertahankan tanpa mengorbankan profitabilitas atau apakah perlu dilakukan efisiensi pada komponen biaya tertentu.
Faktor yang memengaruhi persentase gaji terhadap omset biasanya bergantung pada jenis industri dan model bisnis yang diterapkan.
Nah, berikut ini perbedaan payroll to revenue ratio di berbagai industri di Indonesia.
Dalam industri ritel, persentase gaji terhadap omset biasanya berada di kisaran 10% hingga 20%.
Hal ini disebabkan oleh karakteristik industri ritel yang cenderung memiliki margin keuntungan yang tipis.
Oleh karena itu, perusahaan ritel sangat menekankan efisiensi tenaga kerja dan penggunaan teknologi untuk menekan biaya operasional.
Banyak bisnis ritel mengadopsi sistem otomatisasi, seperti manajemen stok berbasis perangkat lunak, guna meningkatkan produktivitas pegawainya.
Industri manufaktur memiliki Payroll to Revenue Ratio berkisar antara 12% hingga 15%. Meskipun sektor ini termasuk padat karya, perkembangan teknologi dalam otomatisasi produksi telah mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja manual dalam jumlah besar.
Sebagian besar biaya tenaga kerja dalam industri ini dialokasikan untuk tenaga ahli yang bertanggung jawab atas pengoperasian dan pemeliharaan mesin.
Sektor konstruksi memiliki persentase gaji terhadap omset yang berkisar antara 20% hingga 30%.
Industri ini sangat bergantung pada tenaga kerja manusia, terutama untuk proyek berskala besar yang membutuhkan banyak pekerja dengan berbagai keahlian.
Dalam industri perhotelan dan restoran, Payroll to Revenue Ratio berkisar antara 30% hingga 35%. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan yang tinggi pada layanan pelanggan, yang membutuhkan banyak tenaga kerja di berbagai aspek operasional.
Bisnis yang bergerak dalam sektor layanan profesional memiliki Payroll to Revenue Ratio yang cukup tinggi, yakni sekitar 30% hingga 39%. Industri ini bergantung pada tenaga kerja yang memiliki keahlian spesifik, seperti konsultan bisnis, insinyur, atau ilmuwan yang bekerja dalam proyek penelitian dan pengembangan.
Contohnya adalah perusahaan konsultan manajemen atau firma hukum yang mengandalkan keahlian individu untuk memberikan layanannya kepada klien.
Industri perawatan kesehatan dan bantuan sosial memiliki Payroll to Revenue Ratio yang lebih tinggi dibandingkan banyak industri lain, yakni sekitar 40% hingga 45%.
Hal ini disebabkan oleh sifat industri yang sangat bergantung pada tenaga kerja profesional, seperti dokter, perawat, serta staf administrasi yang menangani pasien secara langsung.
Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengelola payroll agar persentase besaran gaji tidak membebani keuangan perusahaan.
Membandingkan persentase gaji perusahaan dengan rata-rata industri adalah langkah penting untuk memastikan pengelolaan biaya tenaga kerja berjalan dengan baik.
Jika persentase gaji perusahaan lebih tinggi dari rata-rata, evaluasi apakah ada efisiensi yang dapat ditingkatkan. Sebaliknya, jika lebih rendah, pastikan ini tidak memengaruhi kepuasan karyawan atau kualitas pekerjaan.
Menggunakan sistem kompensasi berbasis kinerja adalah solusi berikutnya yang bisa digunakan untuk mengelola payroll secara lebih efektif. Dalam sistem ini, gaji pokok tetap berada dalam batas wajar, tetapi bonus atau insentif diberikan berdasarkan pencapaian target tertentu.
Cara ini tidak hanya memastikan karyawan tetap termotivasi, tetapi juga menghubungkan pengeluaran gaji dengan produktivitas yang dihasilkan.
Sistem ini sangat cocok diterapkan pada divisi-divisi yang hasil kerjanya dapat diukur secara langsung, seperti tim penjualan atau pemasaran.
Memiliki struktur tenaga kerja yang sesuai dapat dijadikan sebagai solusi untuk mengelola payroll tetap terkendali.
Perusahaan dapat mengombinasikan tenaga kerja tetap dengan tenaga freelance atau kontrak untuk pekerjaan jangka pendek.
Dengan cara ini, perusahaan hanya akan membayar tenaga kerja sesuai dengan durasi dan kebutuhan proyek.
Selain itu, perusahaan juga dapat mempertimbangkan outsourcing untuk tugas-tugas tertentu seperti kebersihan dan keamanan.
Pemantauan rasio persentase gaji terhadap omset harus dilakukan secara berkala, baik bulanan, triwulanan, atau tahunan.
Dengan cara ini, perusahaan dapat mendeteksi lebih awal jika ada kenaikan yang tidak wajar pada pengeluaran gaji atau penurunan pendapatan.
Investasi dalam teknologi dan automasi dapat membantu perusahaan mengurangi ketergantungan pada jumlah tenaga kerja manusia, terutama untuk tugas-tugas berulang yang dapat diselesaikan oleh mesin atau perangkat lunak.
Salah satu contohnya adalah penggunaan Kyrim, sebuah spend management platform yang dirancang untuk meningkatkan produktivitas tim keuangan dengan mengurangi beban kerja administratif. Dengan fitur otomatisasi yang dimilikinya, Kyrim dapat mengurangi hingga 20 jam kerja per minggu yang biasanya dihabiskan oleh tim keuangan untuk tugas-tugas manual seperti pemrosesan reimbursement, pembayaran vendor, dan pencatatan pengeluaran operasional.
Dengan mengurangi jam kerja yang diperlukan untuk pekerjaan administratif, perusahaan dapat lebih mengoptimalkan alokasi sumber daya manusia, menghindari penambahan staf yang tidak perlu, dan menekan biaya tenaga kerja tanpa mengorbankan efisiensi operasional.
Sahid Sudirman Center Level 23 Jl. Jend. Sudirman Kav 86 Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat DKI Jakarta