Dalam perusahaan, HRD dan Keuangan memainkan peran yang tak tergantikan, mengelola dua aspek paling krusial dalam operasional bisnis: sumber daya manusia dan keuangan.
Keduanya sering disebut sebagai “tulang punggung” perusahaan, dan memang benar bahwa tanpa pengelolaan yang efektif dalam kedua bidang ini, sebuah perusahaan tidak akan mampu bertahan apalagi berkembang.
Namun, meskipun perannya sangat penting, HRD dan Keuangan sering kali dipandang sebagai “musuh” oleh karyawan.
Salah satu penyebab utama konflik antara karyawan dengan HRD dan Keuangan tersebut adalah kebijakan yang dirasa terlalu kaku dan tidak fleksibel.
Hal ini menjadi paradoks ketika kita mengingat bahwa perusahaan adalah keluarga kedua bagi karyawan, mengingat mereka menghabiskan hampir sepertiga waktu mereka di tempat kerja.
Ketika perusahaan berfungsi sebagai tempat di mana sebagian besar hari-hari mereka dihabiskan, hubungan yang sehat antara karyawan dengan HRD dan Keuangan menjadi sangat krusial.
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi lebih dalam mengapa konflik antara karyawan dengan HRD dan Keuangan bisa sering terjadi, dan strategi untuk meminimalisir konflik ini.
Berikut adalah beberapa alasan utama mengapa HRD dan Keuangan sering kali dianggap sebagai penghalang oleh karyawan:
HRD sering kali dianggap terlalu kaku dalam penerapan kebijakan yang berhubungan dengan karyawan, seperti aturan cuti, penilaian kinerja, dan penegakan disiplin.
Di sisi lain, HRD juga menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan kebutuhan perusahaan untuk menjaga produktivitas dan konsistensi dengan kebutuhan karyawan yang beragam.
Nah, kebijakan yang tidak fleksibel ini sering kali membuat karyawan merasa bahwa kebutuhan pribadinya tidak diakui atau dihargai oleh perusahaan.
Sebagai contoh, ketika seorang karyawan mengajukan cuti untuk alasan mendesak namun ditolak tanpa alasan yang jelas, hal ini dapat menimbulkan ketidakpuasan.
Penegakan aturan yang ketat juga sering kali membuat karyawan merasa bahwa HRD lebih fokus pada disiplin daripada kesejahteraan karyawan.
Ketika setiap pelanggaran kecil diperbesar dan ditegur di depan umum, karyawan akan cenderung merasa diawasi secara berlebihan dan tidak nyaman dalam bekerja.
Selain itu, HRD sering kali dipandang sebagai “polisi” perusahaan yang lebih mementingkan kepatuhan terhadap aturan daripada pengembangan dan kesejahteraan karyawan.
Komunikasi yang tidak efektif antara HRD dan karyawan adalah salah satu penyebab utama ketidakpuasan di tempat kerja.
Karyawan sering kali merasa bahwa mereka tidak mendapatkan informasi yang cukup tentang kebijakan perusahaan atau perubahan yang memengaruhi pekerjaan.
Kurangnya transparansi dalam proses pengambilan keputusan, seperti dalam hal promosi, penilaian kinerja, atau pengajuan kenaikan gaji, juga menambah ketidakpercayaan terhadap HRD.
Jika HRD tidak mampu menjelaskan alasan di balik kebijakan tertentu atau tidak berkomunikasi dengan baik mengenai perubahan yang terjadi, karyawan akan merasa bahwa mereka tidak dihargai dan hanya dianggap sebagai bagian dari “mesin” perusahaan.
Divisi Keuangan juga sering kali dipandang sebagai musuh karyawan, terutama karena proses keuangan yang dianggap rumit dan lambat.
Pengajuan reimburse, misalnya. Ketika proses pengajuan reimburse memerlukan banyak dokumen pendukung dan melibatkan banyak langkah dalam pengajuannya, karyawan merasa dipersulit untuk mendapatkan kembali biaya yang telah mereka keluarkan untuk keperluan pekerjaan.
Selain itu, tim marketing atau departemen lain yang membutuhkan anggaran operasional sering kali merasa bahwa divisi Keuangan menjadi “rem” dalam aktivitas mereka.
Keuangan sering kali mengawasi dengan ketat biaya yang sudah ditetapkan dan memberikan peringatan bahwa cost-budget sudah terlampaui, bahkan ketika tim marketing merasa perlu untuk mengeluarkan biaya tambahan demi mencapai target penjualan.
Pengawasan yang terlalu ketat terhadap anggaran ini dapat menimbulkan ketegangan antara tim yang berfokus pada pertumbuhan (seperti marketing) dan tim yang fokus pada cost control atau pengendalian biaya (seperti keuangan).
Orang-orang di divisi Keuangan cenderung fokus pada bottom line jangka pendek, yaitu profitabilitas perusahaan dalam periode tertentu, sering kali tanpa mempertimbangkan implikasi jangka panjang.
Hal ini bisa menjadi sumber konflik dengan divisi lain seperti marketing, yang lebih fokus pada top line, yaitu pertumbuhan penjualan dan pangsa pasar.
Misalnya, ketika sebuah perusahaan sedang berusaha mencapai target penjualan yang ambisius, Keuangan mungkin merasa perlu untuk memperingatkan bahwa anggaran telah melebihi batas atau bahwa biaya yang diinvestasikan tidak menghasilkan keuntungan langsung.
Sikap ini bisa membuat Keuangan terlihat sebagai penghambat kemajuan daripada sebagai mitra yang mendukung.
Sementara itu, dalam perusahaan yang sudah menjadi perusahaan publik, Keuangan juga harus mempertimbangkan tekanan dari pemegang saham yang menuntut profitabilitas dan stabilitas harga saham, yang semakin memperkuat fokusnya pada kinerja jangka pendek.
Untuk mengatasi persepsi negatif yang sering melekat pada divisi HRD dan Keuangan, perusahaan perlu mengambil langkah-langkah strategis yang dapat mengubah kedua divisi ini menjadi mitra yang dihargai oleh karyawan.
Berikut adalah beberapa strategi yang bisa diterapkan:
Salah satu kunci utama untuk memperbaiki hubungan antara HRD, Keuangan, dan karyawan adalah dengan meningkatkan komunikasi yang transparan dan terbuka.
HRD dan Keuangan perlu memastikan bahwa setiap kebijakan, perubahan, atau keputusan yang diambil diinformasikan secara jelas kepada karyawan.
Selain itu, HRD dan Keuangan harus lebih responsif terhadap pertanyaan dan kekhawatiran karyawan. Misalnya, ketika ada perubahan dalam kebijakan penggajian atau pengajuan reimburse, karyawan harus diberikan penjelasan yang lengkap dan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan.
Fleksibilitas adalah kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif. HRD dan Keuangan dapat mulai dengan meninjau kembali kebijakan yang ada dan melihat di mana fleksibilitas dapat diterapkan.
Misalnya, dalam hal pengajuan cuti, HRD dapat mempertimbangkan untuk memberikan kebebasan yang lebih besar kepada karyawan untuk mengambil cuti sesuai dengan kebutuhan pribadi mereka tanpa harus melalui prosedur yang berbelit-belit.
Demikian pula, Keuangan bisa lebih fleksibel dalam pengelolaan anggaran, terutama ketika departemen seperti marketing membutuhkan dana tambahan untuk mengejar target pertumbuhan.
Dengan pendekatan yang lebih adaptif, Keuangan bisa bekerja sama dengan departemen lain untuk mencari solusi yang seimbang antara pengendalian biaya dan pencapaian target.
Melibatkan karyawan dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kebijakan HRD dan Keuangan adalah cara efektif untuk membangun kepercayaan dan rasa memiliki.
HRD bisa membentuk komite karyawan yang bertugas memberikan masukan tentang kebijakan baru atau perubahan prosedur.
Keuangan juga bisa lebih proaktif dalam melibatkan karyawan, terutama mereka yang berada di garis depan seperti tim marketing atau sales. Misalnya, sebelum menetapkan anggaran atau kebijakan keuangan baru, Keuangan bisa mengadakan diskusi dengan departemen terkait untuk memahami kebutuhannya dan mencari solusi yang menguntungkan kedua belah pihak.
Budaya kerja yang kolaboratif adalah fondasi dari hubungan yang kuat antara HRD, Keuangan, dan karyawan. HRD bisa mengadakan kegiatan yang mendorong kolaborasi antar tim, seperti workshop, team building, atau sesi brainstorming lintas departemen.
Keuangan juga dapat berperan aktif dalam mendukung budaya kolaboratif dengan memberikan pelatihan tentang pengelolaan anggaran atau analisis keuangan kepada karyawan non-keuangan.
Budaya kerja ini berguna untuk meningkatkan pemahaman karyawan tentang pentingnya pengelolaan keuangan usaha yang baik, sekaligus membangun rasa saling menghargai antara divisi.
HRD perlu memperkuat fokus pada pengembangan karir dan penghargaan untuk karyawan.
Dengan menawarkan program pelatihan dan pengembangan yang relevan, HRD dapat membantu karyawan untuk terus berkembang dan mencapai tujuan profesional mereka.
Selain itu, penghargaan atas prestasi dan kontribusi karyawan harus diberikan secara adil dan transparan.
Keuangan juga dapat berkontribusi dengan memastikan bahwa anggaran untuk pengembangan karyawan dan program penghargaan dikelola dengan baik, sehingga setiap karyawan merasa bahwa usaha mereka dihargai dan diakui oleh perusahaan.
Teknologi dapat memainkan peran penting dalam memperbaiki hubungan antara HRD, Keuangan, dan karyawan. HRD bisa menggunakan software HR yang memungkinkan karyawan untuk mengakses informasi tentang gaji, cuti, penilaian kinerja, dan kebijakan perusahaan secara mandiri.
Hal ini tentu saja tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga memberikan karyawan kontrol lebih besar atas informasi yang memengaruhi mereka.
Untuk divisi Keuangan, teknologi seperti sistem pengelolaan reimburse otomatis dapat mempercepat proses pengajuan dan pengembalian biaya, serta meminimalkan kesalahan administratif.
Salah satu teknologi yang bisa diandalkan miliknya Kyrim. Kyrim punya fitur payroll dan reimbursement yang dapat digunakan tim Keuangan sehingga membuat karyawan pun terbebas dari stres karena lambatnya gaji turun atau proses pengajuan reimburse yang bertele-tele.
Dengan strategi tersebut, HRD yang fokus pada pengembangan karyawan dan keuangan yang mendukung kebutuhan operasional dengan efisien, pada gilirannya, dapat menciptakan lingkungan kerja yang nyaman sehingga mereka benar-benar merasakan yang namanya perusahaan adalah keluarga kedua baginya.
Sahid Sudirman Center Level 23 Jl. Jend. Sudirman Kav 86 Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat DKI Jakarta