
Ketika sebuah bisnis membeli aset seperti mesin, kendaraan, atau peralatan, nilai aset tersebut tidak tetap selamanya. Seiring waktu, aset mengalami penurunan nilai akibat pemakaian, usia, atau faktor lain.
Dalam dunia akuntansi, penurunan nilai ini tidak bisa diabaikan begitu saja—harus ada cara untuk mencerminkannya dalam laporan keuangan agar memberikan gambaran yang akurat tentang kondisi bisnis.
Dalam artikel ini, kita akan membahas konsep biaya penyusutan secara mendalam, termasuk metode perhitungannya, manfaatnya, serta cara memilih metode penyusutan yang paling sesuai untuk bisnis.
Biaya penyusutan adalah alokasi bertahap dari biaya aset tetap yang nilainya berkurang akibat pemakaian atau berjalannya waktu.
Ketika sebuah bisnis membeli aset seperti mesin, kendaraan, atau peralatan, aset tersebut tidak langsung dicatat sebagai pengeluaran penuh dalam laporan keuangan. Sebaliknya, biaya tersebut dibagi ke dalam beberapa periode sesuai dengan umur ekonomis aset tersebut.
Berikut ini beberapa alasan mengapa biaya penyusutan perlu dilakukan pencatatan dalam laporan keuangan, yaitu
Jika perusahaan langsung mencatat seluruh biaya aset dalam satu periode, laporan laba rugi akan terlihat kurang akurat dan memberikan gambaran yang salah mengenai profitabilitas perusahaan. Dengan menyebarkan biaya aset ke beberapa periode, laporan keuangan menjadi lebih realistis.
Dengan mengetahui biaya penyusutan tahunan, perusahaan dapat memperkirakan kapan aset perlu diganti dan bagaimana mengalokasikan anggaran dengan lebih efisien.
Penyusutan dapat digunakan sebagai pengurang pajak karena dianggap sebagai beban operasional. Dengan menghitung biaya penyusutan dengan benar, perusahaan dapat mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan.
Biaya penyusutan biasanya dicatat sebagai beban operasional dalam laporan laba rugi dan mengurangi laba bersih perusahaan. Selain itu, penyusutan juga dicatat dalam neraca sebagai akumulasi penyusutan, yang menunjukkan total penyusutan yang telah diakui sejak aset dibeli.
Misalnya, sebuah perusahaan membeli sebuah aset berupa kendaraan pick-up. Untuk menghitung biaya penyusutannya, perusahaan dapat menggunakan metode garis lurus (straight-line method), di mana biaya penyusutan dialokasikan secara merata setiap tahun selama masa manfaat aset.
Berikut adalah 5 langkah untuk menghitung biaya penyusutannya dengan menggunakan metode garis lurus:
Langkah pertama adalah mengetahui total biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset, termasuk harga pembelian dan biaya tambahan seperti pajak, asuransi, atau biaya pengiriman.
Contohnya: Perusahaan tersebut membeli Suzuki New Carry Pick Up dengan harga Rp178.800.000 (blibli.com).
Nilai sisa (residual value atau salvage value) adalah estimasi nilai aset pada akhir masa manfaatnya. Berdasarkan penelitian, estimasi nilai residu untuk kendaraan pick-up adalah 41% dari harga pembelian.
Perhitungan:
Nilai Sisa = Harga Pembelian×Persentase Nilai Residu
= Rp178.800.000×41%
= Rp73.308.000
Masa manfaat adalah periode di mana aset diperkirakan akan digunakan secara produktif. Untuk kendaraan pick-up, masa manfaat yang umum digunakan adalah 14 tahun.
Dasar penyusutan adalah selisih antara biaya awal aset dan nilai sisanya.
Perhitungan:
Dasar Penyusutan = Harga Pembelian−Nilai Sisa
= Rp178.800.000 – Rp73.308.000 = Rp105.492.000= Rp178.800.000−Rp73.308.000
= Rp105.492.000
Biaya penyusutan tahunan diperoleh dengan membagi dasar penyusutan dengan masa manfaat aset.
Perhitungan:
Biaya Penyusutan Tahunan = Dasar Penyusutan/Masa Manfaat
= Rp105.492.000/14
≈ Rp7.535.143
Jadi, perusahaan akan mencatat biaya penyusutan sebesar Rp7.535.143 setiap tahun selama 14 tahun.
Selain metode garis lurus, ada beberapa metode lain yang dapat digunakan untuk menghitung biaya penyusutan.
Setiap metode ini memiliki keunggulan tersendiri dan dapat dipilih berdasarkan jenis aset serta strategi keuangan perusahaan.
Berikut adalah beberapa metode alternatif yang umum digunakan:
Metode saldo menurun atau declining balance method mempercepat penyusutan di tahun-tahun awal aset digunakan.
Metode ini lebih cocok dan realistis untuk aset yang cepat mengalami penurunan nilai atau mengalami depresiasi lebih besar pada tahun-tahun pertama, seperti kendaraan atau peralatan elektronik.
Cara Kerja:
Contoh:
Misalkan sebuah mesin dibeli dengan harga Rp100.000.000, memiliki nilai sisa Rp30.000.000, dan masa manfaat 5 tahun. Jika digunakan tingkat penyusutan 21,40% per tahun, maka biaya penyusutan tahun pertama adalah:
Penyusutan Tahun ke−1 = 21,40%×Rp100.000.000 = Rp21.399.691
Tahun berikutnya, penyusutan dihitung dari nilai buku yang tersisa (Rp78.600.309), seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini.
Tahun | Nilai Buku Awal (Rp) | Penyusutan (21,40%) (Rp) | Nilai Buku Akhir (Rp) |
1 | 100.000.000 | 21.399.691 | 78.600.309 |
2 | 78.600.309 | 16.816.266 | 61.784.043 |
3 | 61.784.043 | 13.222.206 | 48.561.837 |
4 | 48.561.837 | 10.387.227 | 38.174.610 |
5 | 38.174.610 | 8.174.610 | 30.000.000 |
Metode ini merupakan variasi dari saldo menurun, tetapi menggunakan tingkat penyusutan yang lebih tinggi, yaitu dua kali lipat dari metode garis lurus.
Cara Kerja:
Contoh:
Jika aset memiliki masa manfaat 5 tahun, maka tingkat penyusutan dihitung sebagai berikut:
Tingkat Penyusutan = 2×(1/5) = 40%
Penyusutan dihitung seperti pada metode saldo menurun, tetapi dengan tingkat yang lebih tinggi.
Metode ini sering digunakan untuk aset dengan tingkat penggunaan yang tinggi di awal masa manfaatnya, seperti komputer atau peralatan teknologi.
Metode Jumlah Angka Tahun (SYD) adalah metode percepatan penyusutan di mana beban penyusutan dihitung berdasarkan total jumlah angka tahun masa manfaat aset. Beban penyusutan lebih besar di awal dan menurun setiap tahunnya.
Langkah Perhitungan
Tahun | Pecahan Penyusutan | Beban Penyusutan (Rp) | Nilai Buku Akhir (Rp) |
1 | 5/15 | 23.333.333 | 76.666.667 |
2 | 4/15 | 18.666.667 | 58.000.000 |
3 | 3/15 | 14.000.000 | 44.000.000 |
4 | 2/15 | 9.333.333 | 34.666.667 |
5 | 1/15 | 4.666.667 | 30.000.000 |
Berbeda dari metode lainnya yang berbasis waktu, metode unit produksi menghitung penyusutan berdasarkan jumlah unit yang dihasilkan atau jam kerja aset.
Cara Kerja:
Rumus:
Penyusutan per Unit = (Harga Perolehan−Nilai Sisa)/Total Estimasi Produksi
Contoh:
Sebuah mesin produksi dengan biaya Rp200.000.000 memiliki nilai sisa Rp20.000.000 dan diperkirakan dapat memproduksi 100.000 unit sepanjang hidupnya.
Penyusutan per Unit = (Rp200.000.000−Rp20.000.000)/100.000 = Rp1.800 perunit
Jika dalam satu tahun mesin menghasilkan 20.000 unit, maka biaya penyusutan tahun itu adalah:
20.000×Rp1.800 = Rp36.000.000
Metode ini memberikan hasil yang lebih akurat untuk bisnis manufaktur karena mencerminkan kondisi aset berdasarkan penggunaan sebenarnya.
Dalam sistem perpajakan, biaya penyusutan dianggap sebagai beban operasional yang dapat mengurangi laba kena pajak.
Karena penyusutan mencerminkan penurunan nilai aset tetap yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan, pemerintah mengizinkan perusahaan untuk mengalokasikan biaya penyusutan sebagai pengurang pajak.
Dengan mencatat penyusutan sebagai beban, laba bersih perusahaan menjadi lebih kecil, sehingga jumlah pajak yang harus dibayarkan juga berkurang.
Di Indonesia, penyusutan aset tetap diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 11 serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait. Beberapa poin utama yang perlu diperhatikan:
Berikut adalah kategori masa manfaat aset tetap berdasarkan aturan pajak di Indonesia:
Golongan Aset | Masa Manfaat (Tahun) | Contoh Aset |
Golongan 1 | 4 tahun | Peralatan kantor, komputer |
Golongan 2 | 8 tahun | Kendaraan, mesin produksi |
Golongan 3 | 16 tahun | Peralatan berat, mesin industri besar |
Golongan 4 | 20 tahun | Bangunan permanen |
Misalnya, sebuah perusahaan membeli kendaraan operasional seharga Rp200.000.000 dengan masa manfaat 8 tahun dan nilai residu Rp20.000.000. Jika menggunakan metode garis lurus, maka biaya penyusutan per tahun:
(Rp200.000.000−Rp20.000.000)/8 = Rp22.500.000
Biaya penyusutan sebesar Rp22.500.000 per tahun ini dapat dikurangkan dari laba kena pajak. Jika perusahaan memiliki laba sebelum pajak sebesar Rp500.000.000, maka laba yang dikenai pajak setelah dikurangi penyusutan menjadi:
Rp500.000.000−Rp22.500.000 = Rp477.500.000
Jika tarif pajak penghasilan badan adalah 22%, maka pajak yang harus dibayar sebelum dan sesudah penyusutan:
Perusahaan menghemat pajak sebesar Rp4.950.000 per tahun berkat pengurangan biaya penyusutan!
Biaya penyusutan hanyalah satu bagian dari manajemen pengeluaran perusahaan. Jika kamu ingin menyederhanakan proses keuangan dan meningkatkan visibilitas atas semua pengeluaran bisnis, Kyrim dapat membantu.
Platform manajemen pengeluaran all-in-one dari Kyrim melacak seluruh transaksi bisnis kaamu dan secara otomatis mengkategorikan pengeluaran, membantu kamu mengidentifikasi tren dan membuat keputusan keuangan yang lebih cerdas.
Sahid Sudirman Center Level 23 Jl. Jend. Sudirman Kav 86 Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat DKI Jakarta