Transaksi keuangan kini lebih banyak beralih ke platform digital. Prosesnya menjadi jauh lebih cepat, efisien, dan mudah diakses oleh berbagai kalangan. Namun, seiring dengan kemajuan ini, muncul pula tantangan baru berupa risiko keamanan siber yang semakin kompleks.
Dalam setiap transaksi keuangan—baik itu pembayaran invoice kepada pemasok, penerimaan pembayaran dari pelanggan, maupun penggantian klaim reimbursement karyawan—terdapat potensi ancaman dari penjahat siber yang selalu mencari celah untuk “membobol” kerentanan sistem. Ancaman ini bervariasi, mulai dari pencurian data sensitif hingga manipulasi proses pembayaran untuk keuntungan finansial.
Menurut Statista, total nilai transaksi di pasar Digital Payments diproyeksikan mencapai US$20,37 triliun pada tahun 2025. Dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 15,90% selama periode 2025-2029, nilai transaksi ini diperkirakan akan mencapai US$36,75 triliun pada tahun 2029.
Fakta ini menunjukkan pentingnya melindungi transaksi digital dari risiko penipuan siber. Keamanan yang terjaga akan meningkatkan kepercayaan pengguna dan mendukung ekosistem digital yang sehat.
Melalui artikel ini, kita akan membahas berbagai tantangan keamanan transaksi di era digital, risiko utama yang perlu diantisipasi, dan strategi efektif untuk mengelola risiko tersebut. Selain itu, pembahasan tentang parameter keamanan (security parameters) akan memberikan wawasan teknis tentang cara memperkuat keamanan dalam transaksi digital.
Perkembangan dan kemajuan teknologi memunculkan berbagai bentuk kejahatan siber yang mengancam keamanan transaksi digital. Penjahat siber terus mengembangkan metode baru untuk mengeksploitasi kelemahan dalam sistem digital, menciptakan risiko serius bagi individu dan perusahaan.
Berikut adalah beberapa bentuk kejahatan siber dalam transaksi digital:
Modus operandi kejahatan ini adalah dengan memanfaatkan email perusahaan untuk menipu korban, biasanya dengan mengarahkan pembayaran ke akun milik penipu.
Penipu sering kali berpura-pura menjadi pihak resmi seperti atasan atau mitra bisnis, menginstruksikan transfer uang dengan alasan yang mendesak dan meyakinkan.
Social engineering adalah metode kejahatan yang menggunakan manipulasi psikologis untuk mendapatkan akses ke data atau sistem sensitif. Penipu sering kali memanfaatkan kelemahan manusia, seperti rasa percaya atau panik, untuk mencapai tujuannya.
Metode ini digunakan untuk mencuri informasi pribadi seperti nomor rekening, kata sandi, atau nomor kartu kredit. Pelaku biasanya menggunakan email, pesan teks, situs web palsu, atau bahkan media sosial untuk menyamar sebagai institusi resmi.
Modus yang sering digunakan adalah berpura-pura menjadi customer service yang menginformasikan adanya aktivitas mencurigakan pada akun korban.
Dengan dalih membantu, mereka kemudian meminta informasi sensitif dari korban, yang sebenarnya akan digunakan untuk melakukan penipuan.
Kejahatan ini melibatkan pencurian data dari pengguna ATM untuk membobol rekening nasabah. Biasanya, pelaku menggunakan alat khusus yang menyerupai slot kartu ATM.
Alat ini mampu merekam data dari kartu korban, yang kemudian digunakan untuk mengakses rekening secara ilegal.
Stealer malware adalah pencurian data dengan menggunakan malware. Malware ini biasanya dikirimkan ke perangkat elektronik (device) korban melalui email attachment. SMS, WhatsApp, dan social media platform.
Pelaku memperdaya korban agar mengunduh dan menginstal aplikasi berbahaya tersebut.
Risiko dalam bertransaksi muncul tidak hanya muncul dari ancaman eksternal seperti serangan siber, tetapi juga dari kelemahan internal dalam proses dan pengelolaan transaksi.
Berikut adalah beberapa risiko utama yang harus diwaspadai oleh pelaku bisnis:
Accounts Payable (AP) sering menjadi target utama penipuan karena melibatkan pembayaran langsung kepada vendor atau pihak ketiga lainnya.
Berikut adalah beberapa jenis risiko yang umum terjadi:
Accounts Receivable (AR) juga menghadapi ancaman, terutama dari penipuan eksternal yang memanfaatkan transaksi masuk.
Risiko yang sering terjadi yaitu overpayment scams, di mana penipu membayar lebih dari jumlah yang diminta dan kemudian meminta pengembalian dana.
Pembayaran awal sering kali menggunakan kartu kredit curian atau metode lain yang tidak sah.
Selain ancaman eksternal, risiko dari dalam perusahaan, seperti karyawan yang tidak jujur atau ceroboh, juga dapat merusak sistem transaksi.
Misalnya, karyawan yang memiliki akses luas ke sistem keuangan bisa saja menyalahgunakannya untuk keuntungan pribadi. Selain itu, kesalahan manusia (human error) dalam memproses pembayaran atau verifikasi data dapat menyebabkan kesalahan transfer pembayaran, yang merugikan perusahaan secara finansial.
Security parameters adalah nilai atau pengaturan yang dikonfigurasi untuk memastikan sistem berjalan dengan aman sesuai kebijakan keamanan.
Security parameters dirancang dengan prinsip untuk mencegah akses tidak sah, melindungi data dari manipulasi, dan memastikan hanya pihak yang berwenang yang dapat melakukan perubahan dalam sistem.
Sebagai contohnya:
Security parameters dapat diterapkan dalam berbagai sistem transaksi untuk meningkatkan keamanan:
Keamanan transaksi tidak dapat sepenuhnya dijamin, tetapi risiko yang menyertainya dapat diminimalkan melalui strategi mitigasi yang efektif.
Oleh karenanya, memilih untuk menggunakan Spend Management Platform dari Kyrim dapat dijadikan sebagai solusi modern dalam mengurangi risiko transaksi pembayaran.
Kyrim menyediakan solusi pengelolaan transaksi yang aman dan telah tersertifikasi standar keamanan ISO 27001.
Dengan Kyrim, kamu akan mendapatkan:
Baca juga: Bagaimana Kyrim Menjaga Data Invoice dan Vendor Tetap Aman dan Rahasia
Tingkatkan keamanan transaksi bisnis kamu dengan solusi dari Kyrim dan pastikan sistem keuangan terlindungi dari ancaman penipuan siber. Hubungi kami hari ini untuk informasi lebih lanjut!
Sahid Sudirman Center Level 23 Jl. Jend. Sudirman Kav 86 Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat DKI Jakarta